Matahari masih malu-malu untuk
menampakan dirinya, pagi pukul 6.30 kami berkumpul di satu titik, Toko Roti
Farel Buah batu bandung menjadi tikumnya para goweser Gotik (Gowes_Cantik)
Setelah sembahyang subuh saya dan
istri bergegas menyiapkan segala perlengkapan dan perbekalan untuk bersepeda
hari ini, tujuannya Pangalengan Bandung. Rencananya Gotik akan dijamu oleh tuan
rumah PAB Adventure Cycling Community.
PAB Adventure Cycling Community yang
digawangi oleh Atep Dado ini terkenal dengan sepeda gunungnya atau DH. Sebagian
besar komunitas disana memang menunggangi dan menggandrungi sepeda extreme itu,
apalagi sebagian counture track dan jalur disana 99% memang merupakan jalur
bukit, jalur bebatuan, dan tanah. Kegandrungan bersepeda gunung ini kini semakin
trend dikalangan anak-anak muda, paruh baya bahkan wanita sekalipun senang
menggunakan sepeda yang satu ini.
Ada alasan mengapa saya memilih
untuk bermain sepeda kesana, Panorama dan udaranya yang sejuk menjadi gaya
tarik para goweser, memang pangalengan adalah tempat Wisata lokal yang belum
tersentuh pemerintah daerah, sayang memang…padahal daerah tersebut banyak menyimpan
sejarah, sebut saja Bosscha.
Pukul 6.30 Teng! Kami langsung
gowes, meski hanya 7 orang tapi kami tetap semangat menuju Pangalengan,
menyusur jalan beraspal menuju bojong Soang lalu memasuki Bale Endah, kemudian
mengaspal ke jalan Raya Banjaran.
Sampai di Cimaung, tepatnya di
perempatan jalan simpang yang menuju Gunung Puntang kami beristirahat disebuah
mini market Indomart sambil menunggu Goweser PAB Adventure yang akan menjemput
kedatangan kami.
10 Menit kami istirahat, Goweser PAB
datang dengan 4 orang, kemudian setelah selfie bersama kami melanjutkan
perjalanan, menyusur aspal membelah cuaca yang kian panas. Keringat bercucuran,
tapi hentakan kaki kami terus berpacu, roda-roda yang bergerigi terus berputar,
gemerincing suara Gear berpindah beban jalan kian menanjak, meski landai tapi
cukup membuat otot dan betis kami kerja extra keras.
Kelokan demi kelokan, jalan terus menanjak,
kami terus fokus untuk melewati tantangan demi tantangan, perjalanan itu
semakin menggairahkan, sesekali disela-sela View yang menarik, kami
menyempatkan berphoto, kadang bersenda gurau, cukup untuk mengusir rasa jenuh.
SUHE menggawangi kelompok Gotik saat
itu, Hal yang lumrah untuk komunitas sepeda memang dari berbagai kommunitas
Gowes, kami tidak pernah memilah-milah dari mana mereka berbendera, yang
penting keakraban, kebersamaan dan Happy tentunya.
Sampai pangalengan tiba pukul 9.20,
di sana kami disambut oleh Cycling PAB Adventure, lalu ber photo bersama selang
beberapa menit kami melanjutkan perjalanan Menuju Situ Cileunca. Lalu kami mencari tempat lokasi, sengaja kami
memilih lapang yang menghadap ke Situ Cileunca, karena selain viewnya bagus,
nyaman untuk beraktifitas. untuk memasak bersama,dalam bahasa sunda bisa
disebut “Ngaliwet”.
Suasana keakraban begitu kental,
masing-masing bergotong royong untuk ngaliwet, ada yang membuat bumbu,
menggoreng, bahkan mempersiapkan hal lainnya.
Kebersamaan itu indah, saatnya kami
makan bersama, dengan daun pisang yang terhampar memanjang, nasi liwet yang
mereka buat diletakkan diatas daun, kemudian cumi asin dan ikan peda yang sudah
digoreng dengan cabai dan sedikit kuahnya disiram merata, bukan main…rasanya
makyus!.
Ditengah lapar yang mendera, kami
asyik makan berjamaah. Hembusan angin perlahan-lahan mempermainkan daun disisi
danau. Riakan ombak kecil berarak mengikuti muara, riakannya saling mengejar
berjajar, ah…tentu ini kan menjadi cerita menarik untuk dikenang.
Selepas waktu Dzuhur, kami
memutuskan untuk berexplorasi menjajal single track Rahong. Menurut Goweser PAB
Adventure, Rahong sangat indah untuk dinikmati, apalagi sambil bersepeda dan
tidak sedikit para pelancong lokal yang berkemah disana.
Semua sepakat untuk Menuju Rahong.
Setelah sampai disuatu Jembatan, kami menuruni jalan setapak, seperti biasa
kami mengambil moment untuk ber photo, sayang karena view disana sangat
menakjubkan.
Kami menyusuri sisi sungai yang
biasa dipakai untuk Rafting. Gemericik air yang mengalir menambah suasana alam
disana begitu asri. Pohon-pohon pinus berjajar kokoh, rerimbunan semak dan
angin yang berhembus menambah kekuatan alam yang tidak bisa digantikan oleh
ciptaan manusia. “Suhanallah…..maha besar engkau ya ALLAH”.
Perjalanan memasuki single track
kami lanjutkan, kehati-hatian sangat diperlukan, apalagi kalau kita belum
terbiasa dengan jalan hutan seperti ini, salah-salah tergelincir atau jatuh ke
bawah jurang yang curam.
Dengan nekat tingkat wahid saya memaksakan
memakai sepeda Road Bike, dapat dibayangkan bagaimana tingkat kesulitan yang
didapat, berjibaku, kadang saya mengangkat sepeda itu, seperti memanggul satu
karung beras.
Medannya memang cukup berat dan
menantang, bagi saya ini pengalaman yang sangat luar biasa kecepatan sepeda
saya memang tidak selincah seperti sepeda gunung lainnya, harap
maklum,hehehe…kenapa juga masih nekat membawa sepeda Road Bike untuk blusukan?.
Saya berdecak kagum sungguh luar
biasa hutan ini…… setelah melewati hutan,dan jembatan, lalu kami melintasi
tempat perkemahan, dilanjutkan dengan jalan berbatu, Ufsss…lagi-lagi saya
memaksakan sepeda dengan ban ramping ini untuk di gowes hahaha.
200 mtr kemudian, jalan single track
menuju tebing yang sangat curam, saya berhati-hati disini, apalagi hujan mulai
turun, beberapa kali saya tergelincir, karena fisik ban ramping ini tidak
sesuai dengan medan.
Didepan saya jauh memandang,
terlihat sisa-sisa bangunan irigasi peninggalan zaman Belanda, meski sudah
tidak terpakai, tapi masih kokoh berdiri, bukan main…..
Sepanjang jalan saya dan istri saya
berdecak kagum melihat peninggalan bagunan irigasi Belanda itu. Apapun yang
mereka lakukan untuk negeri ini, tidak mungkin bertujuan buruk, lalu akankah
kita mengerti fungsi dari bangunan irigasi itu? Kenapa dibiarkan terbengkalai?
Konon, irigasi tersebut diperuntukan bagi pembangkit tenaga listrik, yang
mengairi pipa-pipa sampai kepada PLTA Lumajang hingga sekarang.
#Bersepeda dan teruslah bersepeda.#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar